Rabu, 01 Februari 2012

TEORI PERKEMBANGAN PSIKOLOGI I


TEORI PERKEMBANGAN PSIKOLOGI I

Sejarah perkembangan psikologi dimulai saat Psikologi masih bersatu dan menjadi bagian dari Filsafat. Banyak para ahli menulis bahwa sejarah perkembangan Psikologi dimulai dengan munculnya pandangan tentang jiwa dan manusia dari trio filosof besar zaman Yunani Kuno, yaitu Socrates, Plato, dan Aristoteles. Namun Benjafiled (1996) dalam bukunya A History of Psychology menulis bahwa sejarah Psikologi dimulai saat munculnya teori tentang jiwa yang ditinjau berdasarkan pandangan matematis oleh Pythagoras (572 – 497 SM). Masa-masa berikutnya, Psikologi terus berkembang hingga pada tahun 1879, Psikologi resmi lahir sebagai ilmu yang berdiri sendiri dan terpisah dari filsafat. Lahirnya ilmu ini dipelopori oleh Wilhelm Wundt (1832-1920) yang mendirikan laboratorium Leipzig di Jerman, yang merupakan laboratorium pertamam yang mempelajari tentang tingkah laku manusia (Benson dan Grove, 2001 : 25). Perkembangan Psikologi selanjutnya ditandai dengan hadirnya ilmuwan-ilmuwan psikologi dengan berbagai aliran dan teori-teori yang dihasilkannya, hingga pada akhirnya Psikologi mampu menjadi suatu disiplin ilmu.
A. Perkembangan Ilmu Psikologi sebagai Bagian dari Filsafat.
Sejarah perkembangan Psilkologi saat ilmu ini masih bersatu dengan Filsafat, dimulai sejak zaman Yunani Kuno. Banyak filosof yang telah mengemukakan pendapatnya mengenai jiwa dan manusia. Dimulai oleh Pythagoras (572-497 SM) melalui pendapatnya yang menyatakan bahwa jiwa merupakan bahwa jiwa merupakan sesuatu yang berdiri sendiri dan tidak dapat mati (Hadiwijono, 1980 a : 19). Perkembangan Psikologi dilanjutkan kemudian dengan hadirnya berbagai pandangan dari filosof-filosof besar, yaitu Socrates, Plato dan Arbistoteles.
Socrates (469-399 SM) memnadang jhiwa sebagai inti sari manusia (Hadiwijono, 1980 a : 36). Socrates juga menyinggung mengenai masalah ingatan, belajar, motivasi persepsi, mimpi serta tingkah laku abnormal (Benson & Grove, 2001 : 27).
Plato (427-347 SM), seorang murid Socrates, berpandangan bahwa jiwa dan tubuh merupakan dua kenyataan yang harus dibeda-bedakan dan dipisahkan. Pendapat ini dikenal dengan istilah dualisme Plato. Jiwa juga dipandang sebagai sesuatu yang akrodati, bersifat kekal, serta tidak dapat mati. (Hadiwijono, 1980 a : 42). Mengenai kebenaran, kedua tokoh ini percaya bahwa kebenaran dapat ditemukan dengan cara berpikir, bukan berbuat (Benson & Grove, 2001 : 27).
Aristoteles (384-322 SM), seorang murid Plato, awalnya mendukung dualisme Plato yang menganggap bahwa jiwa dan raga terpisah, namun kemudian dia berbalik  dan menyerang ide tersebut. Ia memandang jiwa dan raga sebagai dua aspek dari satu substansi yang saling berhubungan (Hadiwijono, 1980 a : 51) yang menciptakan system pengetahuan secara menyeluruh dan menggambarkan pengalaman yang kita alami (Benson & Grove, 2001 : 27). Aristoteles pada masa hidupnya menghasilkan banyak sekali karya, salah satunya dibidang Psikologi, yaitu tentang human action dan memory. Ia menyatakan bahwa perilaku manusia dilatarbelakangi oleh adanya alasan tertentu sehingga perilaku manusia dari gerakan-gerakan yang sederhana (simple motion). Hal ini kemudian menjadi dasarnya munculnya definisi Psikologi sebagai ilmu tentang perilaku.
Pada abad pertengahan, seiring dengan berkembangnya aliran Skolastik, hadir tokoh yang juga memberi sumbangan berarti bagi Psikologi yaitu Thomas Aquinas (1225-1274). Ia adalah seorang agamawan Khatolik yang banyak membahas masalah teologia yaitu mengenai hubunagan manusia dengan Tuhannya. Mengenai jiwa, ia berpendapat bahwa jiwa dan tubuh merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, meskipun jiwa dianggap kekal dan tidak dapat binasa bersamaan dengan tubuh (Hadiwijono, 1980 a : 110).
Abad berikutnya perkembangan Psikologi diwarnai oleh aliran Rasionalisme, yang dipeloporioleh Rene Descartes (1596-1650). Ia adalah seorang filosof besar yang secara langsung banyak memberi sumbangan pada bidang Psikologi. Descartes banyak membahas mengenai jiwa dan raga. Menurtnya jiwa mwmpengaruhi raga, namun tidak sebaliknya. Jiwa memiliki satu fungsi yaitu berpikir, ilmu yang benar hanya dapat diperoleh melalui proses berpikir, bukan berdasarkan percobaan atau pengalaman; karena menurutnya akal adalah sumber kebenaran. Descartes juga melahirkan perdebatan mengenai konsep nature (sifat bawaan) dan nurture (pengaruh lingkungan). Apakah tingkah laku tertentu merupakan sifat bawan atau dipelajari melalui lingkungan ? Hal ini ternyata hingga kini masih sering diperdebatkan (Benson & Grove, 2001 : 28-29).
Bertentangan dengan Rasionalisme yang mengindahkan rasio sebagai sumber utama kebenaran, di akhi abad 15 munculo aliran empirisme di Inggris, yang mengikuti ajaran Francis Bacon. Aliran ini dipelopori oleh Thomas Hobbes (1588-1679), John Locke (1632-1704), George Berkeley (1685-1753), dan David Hume (1711-1776). Perkembangan selanjutnya adalah Asosianisme yang dipelopori oleh John Locke (1632-1704) menolak pendapat Descartes dan setuju pada pendapat Aristoteles yang menyatakan bahwa jiwa pada saat lahir berada dalam keadaan tabula rasa (keadaan kosong). Locke secar resmi memulaoi aliran baru Empirisme Inggris dan melahirkan teori asosiasi. Asosiasinisme pada masa selanjutnya dikembangkan oleh Geoerge Barkeley (1685-1753) dan David Hume (1711-1776) (Benson & Grove, 2001 : 30)
Asosiasinisme dari Hume ditolak oleh Immanuel Kant (1724-1804) dan mendebat adanya konsep nature dari Descartes. Descartes mengemukakan pendapat yang mengombinaikan pengalaman baru dengan pemikiran yang telah ada, yang dinamakan “dalil a prioei sintetik “. Kant juga menjabarkan tentang tiga aktivitas mental yaitu ; mengetahui, merasakan , dan menginginkan. Pandangan Kant bersifat transcendental, yaitu dengan memberikan sikap penghargaan dan spiritual terhadap alam.
James Mill (1773-1836), seorang penganut aliran Utiitarian, berpandangan bahwa jiwa itu pasif, namun hal ini tidak disetuji oleh anaknya James Stuart Mill (1806-1873). J.S Mill, seorang penganut asas kebebasan dalam Autobiography (1873) dan On Liberty (1859) meyakini bahwa “ Kimia Jiwa “, terutama “Perpaduan yang Kreatif “, yaitu adanya peleburan unsure-unsur panca indera menjadi senyawa baru yang lebih dari sekedar penjumlahan dari unsure penyusunnya (pandangan ini dan penekanan pada jiwa yang aktif, kemudian diambil oleh para penganut Gestalt). J.S Mill mengatakan bahwa Psiologi dapat menjadi ilmu pengetahuan sejati.
Auguste Comte(1798-18157) memberi sumbangan besar terhadap Psikologi melalui positivisme-nya. Positisme Comte mengurangi pernyataan yang rumit menjadi fakta sederhana yang disebut Reduksionisme. Hal ini kemudian berpengaruh besar pada penganuit Behaviorisme dan Bio-Psikologi. Positivisme dari Comte mengakibatkan munculnya positivisme logis pada era 1920-an (yang dipelopori oleh A.J Ayer, dan lain-lain) yang ingin menghilangkan pendapat yang tidak dibuktikan atau diuji secar empiris. Ia menyatakan bahwa hanya ada metode positif untuk melihat hubungan antara fakta-fakta yang dapat diamati. Segala sesuatu yang tidak dapat diamati adalah tidak relevan (Benson & Grove, 2001 : 31-33).
Perkembangan Psikologi sebagai bagian dari Filsafat, seperti telah diuraikan diatas, masih banyak dipengaruhi oleh ilmu pengetahuan alam. Hal ini tidak mengherankan krena setelah memisahkan diri dari Filsafat, ilmu penngetahuan alam menglami banyak kemajuan pesat, sehingga kemudian menjadi contoh bagi perkembangan ilmu-ilmu yang lain, termasuk Psikologi. Pada masa tersebut jiwa masih dipandang sebagai obyek yang harus tunduk pada hukum-hukum alam. Pendekatan terhadap jiwa dan manusia didasarkan pada proses pemikiran secar filsafati, yaitu berpikir tentang hakikat atau substansinya dan berdasarkan hasil abstraksi dari pengalaman (Mustansyir & Munir, 2001: 4), bukan berdasarkan data-data empiris. Dasar pendekatan empiris terhadap Psikologi baru berkembang setelah Psikologi menjadi ilmu yang mandiri dan terlepas dari Filsafat.
B. Perkembangan Psikolgi sebagai Ilmu mandiri
1. Psikologi Fisiologis
lepas dari ilmu Filsafat, bukan berarti perkembangan psikologi lepas dari pengaruh ilmu-ilmu lain. Tahun 1830-an, Fisologi menjadi suatu disiplin ilmu yang sangat berpengaruh bagi perkembangan Psikologi. Fisiologi dipelopori oleh Johannes Muller di Berlin, Marshal Hall di London, dan Pierre Flourens di Paris. Mereka mempelajari tentang fungsi otak dan pengaruhnya terhadap tingkah laku manusia , dan mencoba menentukan letak daerah-daerah khusus dan mengembangkan “metode klinis” degan meneliti kerusakan otak menusia terganggu tingkah lakunya. Gustav Fritsch dan Eduard Hitzig (1870) meneliti tentang efek aliran listrik berdaya lemah, yang dialirkan pada bagian otak tertentu kemudian dilihat efeknya terhadap perilaku.
Tahun 1859, Charles Darwin (1809-1882), dunia dikejutkan oleh hadinrya teori Evolusi yang bahkan hingga kini masih menjadi perdebatan. Teori ini berisi tentang perubahan spesies, perubahan secara berjenjang, keturunan bersama, da seleksi alam, yang bagi Psikologi bermanfaat untuk menjelaskan tentang tingkah laku, seperti kebiasaan hewan pada masa kawin dan saat harus mempertahankan daerahnya sebagai upaya untuk survive . Charles Dawkins menggunakan teori ini, degnan beberapa perubahan penting, guna menjelaskan tentang perilaku alturuisme (menolong orang lain tanpa memperoleh keuntungan pribadi) sehingga gennya dapat bertahan hidup. Teori Evolusi ini terus dikembangkan oleh Francis Galton (1822-1911) Ia mencetuskan “perbedaan individual” dan menemukan keunikan sidik jari (1892). Galton juga mulai terobsesi untuk mengkaji masalah menghitung dan mengukur hingga kemudian Galton menggunakan dan mengembangkan tiga cara pengukuran stastik, yaitu probabilitas (kemungkinan), distribusi normal, dan korelasi (Benson & Grove , 2001 : 34-41).
2. Psikologi Eksperimental
Perjalanan sejarah perkembangan Psikologi tidak terlepas dari peran besar para ahli Psikologi di Jerman, hingga kemudian jerman dkatakan sebagai Ibu Psikologi. Negara ini memebrikan Zeitgeist empiris dan positivistic yang tepat pada lingkungan intelektual dan ekonomi dengan banyak universitas (Benson & Grove, 2001 :42). Tahun 1879, Wilhelm Wundt (1832-1920) bersama para asistennya yaitu Helmholtz, Weber, dab Fechner mendirikan sebuah laboratorium pertama yang mempelajari tentang tingkah laku manusia di Lipzig, Jerman, yang kemudian menandai lahirnya Psikologi sebagai ilmu yang mandiri, terpisah dari filsafat dan ilmu alam. Wundt adalah orang pertama yang mengenalkan istilah “Psikologi Eksperimental” dan mensosialisasikan ajaran instrospeksi, yaitu pemeriksaan keadaan mental diri sendiri. Ajaran Wundt banyak berpengaruh pada ahli-ahli Psikologi, seperti Ebbinghaus, Muller, Brentano, Stumpf, dan Kulpe.
3. Psikologi Strukturalisme
Tahun 1893, Edrward Titchener 91867-1927), seorang murid Wundt yang sangat terkenal, mengembangkan Psikologi di Amerika Serikat dengan mendirikan Laboratorium di Cornell. Titshener mengaku bahwa meskipun ia adalah pengikut Wundt yang setia namun ia mengembangkan suatu pendekatan tersendiri. Pandanagan strukrualisme-nya berdasarkan pada hasil inrospeksi dan bersifat mekanistik, yaitu memilakh pengalaman manjadi unsure-unsur yang hanya memiliki makna bila bersatu (yang kemudian disetujui oleh para penganut gestalt). Struktualis juga mempermasalahkan tentang “apa” dan “di mana”dan menolak adanya Psikologi terapan. Aliran ini bertahanb hingga 25 tahun dan berakhir ketika Titchener wafat(Benson & Grove, 2001 : 42-43).
4. Psikologi Fungsionalisme
Muncul kemudian suatu pandanagan yang bertentangan denagn struktualisme, yaitu Fungsionalisme. Titik berat pandangan ini adalah pada cara berjalannya fungsi otak, yang dialtarbelakangi oleh konsep kesadaran dari Darwin dan Galton, serta Herbert Spencer (1820-1903). Fungsionalisme mempermasalahkan tentang “bagaimana” dan “mengapa” dan mencoba untuk menreapkan Psikologi dalam kehidupan sehari-hari. Fungsionalisme dipelopori oleh William James (1842-1910), Jonh Dewey (1859-1952), James Angel (1869-1949) dan Harvey Carr (1873-1954) (Benson & Grove, 2001 : 42-46).
William James (1842-1910) tertarik pada konsep kesadaran sebagai hasil dari aktivitaas otak, hingga kemudian ia menciptakan “aliran kesadaran” untuk menggambarkan proses yang berkesinambungan (bukan berupa unsur-unsur). Ia banyak mempelajari tentang telepati, paranormal, spiritualisme, dan lain-lain, yang membuanya dianggap tidak ilmiahdan bahkan dijauhi oleh sebagian ilmuwan. Melalui bukunya Talks to Teachers (1899), ia mulai banyak melakukan penerapan yang penting pada lapangan Psikologi Pendidikan.
John Dewey (1859-1952) adalah seorang ilmuwan yang pragmatis (menyetujui apa saja yang efektif dalam pelaksanaan). Ia menerbitkan buku Psikologi Amerika pertama yang berjudul Psychology (1886). Dewey tidak menyetujui konsep “dikotomi” tentang pemisahan jiwa-raga, fakta-nilai, pikiran-tindakan, individu-masyarakat. Dewey banyak meneliti tentang evolusi yaitu yang berkaitan dengan perjuangan manusia untuk hidup. Perhatian Dewey terhadap dunia pendidikan melahirkan pandangan bahwa sekolah harus menjadi tempat anak-anak berinteraksi dan bereksperimen, menurut kebutuhan dan “keingintahuan intelegensinya” masing-masing. Ia melihat bahwa anak-anak sebagai mahluk yang aktif yang dibentuk dan membentuk lingkungannya (Benson & Grove, 2001 : 44-45).
James Angell (1869-1949) secar formal mengubah fungsionalisme menjadi sebuah mazhab pemikiran “Aliran Chichago”. Menurutnya kita harus memandang semua kerja kesadaran-semua sensasi, emosi, dan keinginan kita, sebagai pengungkapan adaptasi organic terhadap lingkungannya, yang merupakan adaptasi social maupun fisik. Angell (1906) menyimpulkan pokok-pokok ajaran fungsionalisme sebagai berikut :
  1. Fungsionalisme dipandang sebagai aliran Psikologi yang menyelidiki fungsi jiwa, bukan unsurnya.
  2. Fungsionalisme memandang Psikologi sebagai ilmu yang menyelidiki penyesuaian diri organisme terhadap lingkungan sekitarnya. Fungsi utama dari tindakan manusia adalah memberikan kepuasan bagi organisme., sedangkan kesadaarn berfungsi sebagai penyesuaian terhadap situasi-situasi baru.
  3. Psikologi fungsionalisme tergolong dalam pandangan psiko-psikis yang memandang jiwa-raga sebagai suatu totalitet atau kebulatan yang tidak terpisahkan. Fungsionalisme mempelajarilandasan psikologis dari peristiwa-peristiwa kejiwaan (Masrun, 1975 : 121).
Harvey Carr (1873-1954) muncul ketika fungsionalisme berpindah dari pikiran (subyektif) dan kesadaran, kepada mempelajari tingkah laku (obyektif). Ia menyatakan berakhirnya fungsionalisme ketika tidak lagi ada persaingan pandangan antara stukturalisme dan fungsionalisme, yaitu saat semua orang menjadi “fungsionalis”. (Benson & Grove, 2001 : 46).
5. Psikoanalisis
Aliran Psikodinamika (1896) yang berarti “jiwa yang aktif”, dipelopori oleh Sigmund Freud (1856-1939). Aliran ini pada pelaksanaannya sering menerapkan teori psikoanalisis sehingga kemudian banyak orang menyebutnya sebagai aliran Psikoanalisis. Istilah Psikoanalisis pertama kali digunkan oleh Freud. Istilah ini menggambarkan berbagai teori dan teknik yang digunakan untuk mencari dan menyebuhkan masalah mental manusia.
Pokok ajaran dari Psikoanalisis antara lain :
  1. Tentang kesadaran, pra-sadar, dan ketidaksadaran jiwa yang dianalogikan dengan menggunakan fenomena gunung es.
  2. Libido yaitu energi bawaan sejak lahir yang kita miliki yang memotivasi dan membuat kita mampu bertahan hidup. Salah satu bentuk libido adalah kegiatan seksual.
  3. Id, ego, superego. Id adalah berkaitan dengan prinsip kesenagan, ego berkaitan dengan prinsip kenyataan, sedangkan superego merupakan penjaga moral atau kata hati.
  4. Tahap perkembangan psikoseksual, yaitu oral, anal, phalik, laten, genital.
  5. Mekanisme pertahanan diri yaitu cara untuk melindungi diri dari hal-hal yang tidak menyenangkan secara tidak sadar (Benson & Grove, 2001 : 48-58).
Melihat pokok ajaran diatas nampak bahwa Psikoanalisis menyentuh hamper semua aspek kehidupan manusia. Tokoh-tokoh lain yang turut mengembangkan Psikoanalisis adalah Alfred Adler (1870-1937), Carl Jung (1875-1961), Karen Homey (1885-19520, Erich Fromm (1900-1980) dan Erik Erikson (1902-1994)
6. Behaviorisme
Aliran Behaviorisme berakar dari pemikiran filosofis tentang asosiasinisme yang mempelajari cara pikiran saling berhubungan dan mencoba untuk menemukan “hukum” yang menggambarkan dan menjelaskan tingkah laku (Benson & Grove, 2001 : 60). Pokok ajaran behaviorisme adalah mengenai tingkah laku tanpa mengkaitkannya degnan konsep kesadaran atau mentalitas. Tokoh-tokoh yang mengembangkan aliran ini antara alin Ivan Pavlov (1849-1936), Jonh B Watson (1878-1958), Karl S Lashley (1890-1958), BF Skinner (1904-1990) (Chaplin, 1997 : 54-55).
7. Paikologi Gestalt
Psikologi Gestalt mengkaji masalah tingkah laku dan pengalaman sebagai kesataun totalitas. Ajarannya menyatakan bahwa melihat keseluruhan jauh lebih berarti daripada melihat bagian per bagian. Konstribusi terbesar dari aliran ini adalah di bidang persepsi dan belajar. Pemikir utama aliran ini adalah Max Wertheimer (1880-1943), Wolfgang Kohler (1887-1967), dan Kurt Koffka (1886-1941) (Chaplin, 1997 : 208).
8. Humanistik
Psikologi Humanistik berkembang dari fenomenologi. Aliran ini mengkaji masalah kesehatan mental, dengan segala atribut positifnya, seperti kebahagiaan, kesenangan, kegembiraan, kebaikan, kasih saying, berbagi dan kedermawanan. Aliran ini banyak dikembangkan oleh Abraham Maslow (1908-1970) yang sangat terkenal dengan teori aktualisasi diri dan hierarki kebutuhan ; dan Carl Rogers (1902-1987) yang banyak membahas mengenai kepribadian yang sehat. Rogers juga mengembangkan suatu bentuk Psikoterapi yaitu person centered theraphy yaitu suatu terapi yang berpusat pada kemapuan klien untuk menetukan sendiri apa masalahnya dan apa yang harus dilakukan dalam menghadapi masalahnya tersenut. (Benson & Grove, 2001 : 107-114).
C. Psikologi Masa Kini
Perkembangan Psikologi dewasa ini diwarnai denagn semakinluasnya bidang kajian Psikologi hingga muncul “cabang-cabang” baru dalam ilmu ini. Di antaranya Psikologi Islami (atau ada yang menyebut Psikologi Islam), yang mencoba mengkaji Psikologi dengan landasan dan orientasi nilai-nilai Islam (Ancok dan Soeroso, 2001 : 139). Benson & Grove (2001) mencatat  dua bagian baru dari Psikologi yang akihir-akhir ini sangat berpengaruh, yaitu Psikologi Kognitif dan Psikologi Kesehatan.
Psikologi Kognitif yang sering disebut sebagai ilmu kognitif, dipandang mampu menyelsaikan masalah dengan menerapkan hasil penelitiannya pada pemecahan masalah. Dan mempelajari kerumitan cara berpikir manusia. Bidang ini banyak mengambil manfaat dari computer yang mampu melakukan tes terhadap partisipan secara langsung dan melakukan analisis secara langsung.
Psikologi kesehatan merupakan penggunaan Psikologi yang relative masih baru bila dibandingkan dengan bagian-bagian Psikologi yang lain, terutama dalam bagian Psikologi Individual. Psikologi Kesehatan dapat membantu orang untuk mengerti bahwa nasib mereka berada di tangan dan kebiasaan mereka sendiri. Penggunaan yang terkait dalam hal ini adalah munculnya Psikologi Olahraga yang berisi motivasi, konsep diri, dan dinamika kelompok (Benson & Grove, 2001, : 168).
Psikologi  Kepribadian
Kepribadian adalah Gambaran dari cara orang itu bertingkahlaku terhadap lingkungan sekitarnya sebagaimana terlihat dari kebiasaan–kebiasaan berpikir, sikap dan minat serta pandangan hidupnya yang khas untuk mempunyai keajegan.
Sasaran Psikologi Kperibadian
  1. Memperoleh informasi mengenai tingkah laku manusai
  2. Mendorong individu agar dapat hidup secara penuh dan memuaskan. Dapat aktualisasi diri (Maslow)
  3. Digunakan untuk berbagi macam kebutuhan, missal : konselor.
  4. Setelah kita bisa memahami toeri kepribadian ini mendorong pertumbuhan individu itu secara optimal (seseorang mengoptimalkan kemampuan diri sendiri).
kepribadian adalah cirri-ciri perilaku yang unik dan selalu silakukan secara berulang-ulang.  Kepribadian tidak dapat dilihat melalui materi.
Dimensi-dimensi teori kepribadian
  1. Pembahasan tentang struktur, yaitu aspek-aspek kepribadian yang bersifat relative tetap dan stabil, unsur pembentuk.
  2. Pembahansan tentang proses, yaitu konsep-konsep tentang maotivasi untuk menjelaskan dinamika tingkah laku.
  3. Pembahasan tentang petumbuahn dan perkembangan.
  4. Pemabahsan tentang psikopatologi.
  5. Pembahasan tingkah laku.
Biasanya tidak semua psikologi kepribadian menerangkan tentang psiko patologi, yaitu bagaimana sesorang itu terkena suatu ganggguan psikologis.
Ex : mengapa seseorang padawaktu dewasa mengalami phobi tikus, mungkin semasa kecilnya mengalami peristiwa menakutkan (Freud).
Tidak semua teori dapat menyelesaikan tentang permasalahan itu, kenyataan : beberapa ahli tidak mengunakan metode yang komprehensif
Evaluasi teori Kepribadian
1. Veriabilitas Suatu nilai kepribadian memenuhi criteria veriabilitas apabila konsepnmya dapat dijui  secara empiris, oleh sebab itu teori kepribadai bertumpu pada teori/konsep yang jelas serta kaitan antara yang satu dengan yang lain logis  dan bersifat eksplisit. Kenapa harus jeals, gambling dan logis, supaya dapat diteliti oleh ahli lain (divestivikasi). Degnan adanya verivikasi ini, maka suatu konsep itu akan semakin kuat.
2. Nilai Heuristik. Kriteria ini mengevaluasi sejarah mana suatu kepribadain dapat secara langsung penelitian. Seorang ahli akan meneliti apabila konsep tersebut jelas. Kesimpulan : konsep tersebut banyak mengundang para peneliti, ex : insting taratos Freud.
3. Konsistensi internal Menekankan bahwa suatu teori kepribadian yang baik adalah teori yang mampu menrangkan tingkah laku secara konsisten 9tidak ada pertentangan). Apabila konsistensi ini rendah maka akan mengandung keragu-raguan.
4. Kehematan Suatu teori kepribadian yang baik jika disusun dengan konsep yagn sesederhana mungkin.
5. Keluasan Menunjuk pada keanekaragaman fenomena yang dapat diliput oleh suatu eori kepribadian, karena dengan semakin luas teori maka semakin banyak fenomena / dasar-dasartingkah laku yang dapat diungkap. Para ahli mengatakan : ‘bahwa tidak ada satupun teori kepribadian yang dikatakan komprehensif. Hal ini disebabkan karena memiliki penekanan-penekanan yang berbeda-beda.
6. Signifikansi fungsi Teori kepribadian bisa dievaluasi dalam rangka kegunaannya membantu orang-orang dalam memahami tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-harinya. Sesungguhnya nilai yang paling utama dalam suatu teori kepribadain terletak pada kemampuan menerangkan baik tentang diri mereka sendiri maupun tentang hubungan mereka dengan sesamanya. Ex : etika teori tersebut mencakup adanya psikoterapi.
Dalam pengevaluasi ini masih ada subyektivitas, walaupun harus bersifat obyektifitas.
Anggapan-anggpan dasar tentang manusia
  1. Kebebasan – Ketidakbebasan.Bahwa manusia memiliki kebebasan atau ketidakbebasan. Anggapan bahwa manusia adalah mahluk yang bebas berkehendak, bebas mengambil sikap, bebas menentukan arah kehidupannya. Yang mendukung : teori Humanistik dan Estensensial, teori Freud, teori Behavioristik.
  1. Rasionalitas – IrrasionalitasDimensi rasionalitas – irrasionalitas menyangkut seberapa besar pengaruh/peranan akal didalam diri dan tingkah laku manusia, sehingga muncul pertanyaan, apakah tingkah laku manusia disebabkan oleh rasionalitas atau irrasionalitas.
  1. Holisme – ElementalismePrinsip Holistik menekankan bahwa suatu fenomena hanya bisa dimengerti dalam keseluruhannya atau sebagai suatutotalitas (kita bisa memahami sesuatu jika melihatnya secara keseluruhan).Prinsip Elementalisme menenkanakan bahwa suatu hal bisa dipelajari dan diterangkan dengan jalan menyelidiki aspek-aspeknya secara terpisah (memahami sesuatu itu tidak harus secara keseluruhan namun hanya sebagian saja) missal, teori Pavlov : dinyikan bel keluar air liur (behavioristik).
  1. Konstitusionalisme – EnvirontalismeBahwa tingkah laku itu adalah pengaruh dari proses belajar (lingkungan). : Environtalisme, ex : Teori behavioristik.Konstitusionalisme adalah tingakh laku manusia itu adalah pembawaan sejak lahir (prediposisi) Teori Freud.
  1. Berubah – tidak berubahHal yang dipersoalkan disini adalah kemungkinan berubah atau tidak berubahnya kepribadian seseorang /individu sepanjang hidupnya.
  1. Subyektivitas – ObyektivitasDimensi ini terkait dengan pertanyaan apakah manusia itu hidup dalam pengalaman yang personal atau subyektif dan tingkah lakunya dipengaruhi oleh subyektifitasnya ataukah tingkah laku manusia itu justru ditentukan oleh faktor-faktor eksternal dan obyektif.
  1. Pro aktif – Reaktif Pandangan pro aktif – reaktif ini pada dasarnya mempermasalahkan sumber penyebab tingkah laku manusia, apakah tingkah laku manusia didorong/ditentukan oleh kekuatan-kekuatan internal ataukah kekuatan eksternal. Pro aktif adalah sumber pandanagan tingkah laku manusia yang berawal dari dalam diri mereka sendiri (internal). Ex : Freud, Maslow (individu berperilaku karena lingkungan).Reaktif beranggapan bahwa tingkah laku manusia meruapakan respon/reaksi terhadap stimulus eksternal (diluar tubuh manusia). Ex : Skinner manusia berperilaku karena reaktif).
  1. Homostatis – HeterostatisKonsep homostatis adalah suatu konsep yang bersmber pada gagasan Equilibrium fisis/keseimbangan fisis dari Leibniz yang menerangkan bahwa tingkahnlaku manusia teruatama dimotivasi atau digerakkan kearah pengurangan tegangan-tegangan internal yang terjadi akibat ketidakseimbangan fisik. Ex : lapar, ahus , atau stimulus indrawi sehingga dengan bertingkah laku itu keseimbangan dapat dicapai kembali dan terpelihara pada taraf yang optimal. Ex : teori Freud.Sedangakan konsep heterostatis menrangkan bahwa tingkah laku manusia terutama di motivasi diarah pertumbuhan, pencarian stimulus dan pengungkapan diri atau pengaktualisasi diri.
  1. Dapat diketahui – Tidak dapat diketahuiHal ini menunjukkan bahwa amnesia sulit diketahui secara manyeluruh. Tokoh yang mendukung  adalah maslow, namun skinner dan Freud mengatakan bahwa manusia dapat diketahui dengan cara observasi dan cara yang lain.
19-03 -2003
Penggolongan teori kepribadian
  1. Atas dasar metode dalam menyusun teori
Teori yang disusun atas dasar pemikiran spekulatif (Plato, Immanuel kant, Neo kantianisme). Hanya menggunakan pemikiran saja tidak memakai penelitian / poengalaman, hal ini sangat jelas sekali bahwa teori ini dipengaruhi oleh ilmu filsafat.
Teori yang disusun atas dasar data0data hasil penelitian empiris (ekspermental). ( freud, Jung, Adler, Eysenk, Rogers).
  1. Atas dasar komponen kepribadian
  1. Teori Konstitusional : bahwa kepribadian ditentukan oleh fakto-faktor yang dibwa sejak lahir. (Madzab Italic, Perancis, Kretchmer, Sheldon).
  2. Teori Temperamen : bahwa kepribadian ditentukan oleh cairan yang ada dalam tubuh, seperti cairan empedu yang berwarna kuning dll. (teori Kant, haumann, Heymand, Ewald, Ensyheimer).
  3. Teori Ketidaksamaan : bahwa yang menggerakkan tingkah laku manusia atau mempengaruhi kepribadian manusia disebabkan oleh ketidaksadaran (Freud, Jung, Adler, dll).
  4. Teori Factor : bahwa yang mempengaruhi kepribadian adalah sifat-sifat sperti sifat permukaan, sifat sumebr, sifat tepi, dll (Eysenk, Cathell, Allport, dll.)
  5. Teori Kebudayaaan : bahwa yang mempengaruhi kepribadain adalah kebudayaan atau tempat dia tinggal, ada bermacam-macam tipe misalnya, tipe ekonomi, tipe politik dan lain-lain. (Spanger).
  1. Atas dasar cara pendekatan approach)
  1. Pendekatan Tipologis : plato Hipocrates, Ewald, Heymand, Galenius. Berpendapat bahwa variasi kepribadian itu tak terhingga banyaknya, namun variasi yang banyak itu hanya berdasarkan sejumlah kecil komponen-komponen dasar dan dengan diketahui atau dipahami orangnya. Ex : manusia yang memilki tubuh yang sama persis pasti memiliki kepribadain yang sama.
  2. Pendekatan Persifatan (Traits Approach) : Klages, Allport, Rogers, Freud, Jung, Murray. Memiliki anggapan bahwa pendekatan tipologisd kurang tepat karena dengan menggolong-golongkan manusia (klasifikasi) ke dalam tipe-tipe itu berarti mengabaikan sifat-sifat individual yang justru penting di dalam psikologi kepribadian. Pendekatan persifatan berusaha memahami dan menggambarkan individu sebagaimana adanya. Ex : sekalipun tipe tubuhnya sama pasti memiliki kepribadian yang berbeda
Macam-macam ilmu psikologi yang pra ilmiah, yaitu usaha-usaha yang tidak dilakukan secara ilmiah dan sistematis, jadi ahnya mengkaitkan gejala-gejala kehidupannya dengan kelahirannya.
  1. Cherologi : guratan / rajah tangan.
Adalah ilmu yang menggambarkan kepribadian seseorang dengan cara melihat guratan / rajah tangan. Dasar pemikirannya yaitu bahwa di dunia ini tidak ada yang memilki rajah tangan yang sama.
  1. Astrologi : perbintangan.
Mengenali kepribadian seseorang dengan jalan ramalan perbintangan atau Zodiak. Dasar pemikirannya adalah adanay pengaruh kosmis pada manusia yaitu pada sat seseorang dilahirkan bagaimana susunan kosmis pada sat itu.
  1. Grafologi : Tulisan
Mengenali kepribadian seseorang dengan melihat bagaimana bentuk tulisannya. Grafologi mulai berkembang sejak abad -19 yang dipelopori oleh seorang Italia Cmmilo Baldo. Dasar pemikirannya adalah bahwa segala gerakan yagn dilakukan oleh manusia merupakan ekspresi kehidupan jiwanya, demikian pula dengan gerakan menulis merupakan bentuk ekspresi kshidupan jiwanya.
  1. Physiognomi : wajah.
Mengenali kepribadian seseorang dengan melihat bentuk wajahnya , apakah bundar, oval, atau segi empat. Dasar pemikirannya adalah adanya keyakinan bahwa ada hubungan antara keadaaan wajah dan kepribadian, apa yang nampak di wajah dapat dipergunakan untuk menginterpretasikan apa yang terkandung dalam jiwanya. Ilmu ini dipelopori oleh Johann Casper Laveter yaitu seorang pendeta dari Zurich. Dalam bukunya ia mengatakan, dahi menandakan kecerdasan, hidung dan pipi menandakan halus / kasarnya perasaan, mulut dan dagu menandakan nafsu, mata menandakan seluruh kehidupan jiwanya (jendela jiwa).
  1. Prhenologi : bentuk tengkorak.
Mengenali kepribadian seseorang melalui bentuk tengkoraknya. Dasar pemikiran bahwa tiap-tiap fungsi atau kecakapan berpusat di otak, jika salah atau atau ebih dari kecakapan itu luar biasa maka pusatnya yang ada di otak pun juga luar biasa yang kemudian muncul dalam bentuk tonjolan-tonjolan dikepala.
  1. Onychology : kuku
Berusaha mengenali dan memeahami kepribadian seseorang dengan melihat kadaaan kuku-kukunya, warna dan bentuk kuku dapat dipakai sebagai landasan unutk mengenal kepribadian seseorang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar