1. Arti filsafat
Apakah filsafat itu? Bagaimana definisinya? Demikianlah pertanyaan pertama
yang kita hadapi tatkala akan mempelajari ilmu filsafat. Istilah
"filsafat" dapat ditinjau dari dua segi, yakni:
a. Segi semantik: perkataan filsafat berasal dari bahasa Arab 'falsafah',
yang berasal dari bahasa Yunani, 'philosophia', yang berarti 'philos' =
cinta, suka (loving), dan 'sophia' = pengetahuan, hikmah(wisdom). Jadi
'philosophia' berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta kepada
kebenaran. Maksudnya, setiap orang yang berfilsafat akan menjadi
bijaksana. Orang yang cinta kepada pengetahuan disebut 'philosopher',
dalam bahasa Arabnya 'failasuf".
Pecinta pengetahuan ialah orang yang menjadikan pengetahuan sebagai tujuan
hidupnya, atau perkataan lain, mengabdikan dirinya kepada pengetahuan.
b. Segi praktis : dilihat dari pengertian praktisnya, filsafat bererti
'alam pikiran' atau 'alam berpikir'. Berfilsafat artinya berpikir. Namun
tidak semua berpikir bererti berfilsafat. Berfilsafat adalah berpikir
secara mendalam dan sungguh-sungguh. Sebuah semboyan mengatakan bahwa
"setiap manusia adalah filsuf". Semboyan ini benar juga, sebab semua
manusia berpikir. Akan tetapi secara umum semboyan itu tidak benar, sebab
tidak semua manusia yang berpikir adalah filsuf.
Filsuf hanyalah orang yang memikirkan hakikat segala sesuatu dengan
sungguh-sungguh dan mendalam.
Tegasnya: Filsafat adalah hasil akal seorang manusia yang mencari dan
memikirkan suatu kebenaran dengan sedalam-dalamnya. Dengan kata
lain: Filsafat adalah ilmu yang mempelajari dengan sungguh-sungguh hakikat
kebenaran segala sesuatu.
Beberapa definisi
Kerana luasnya lingkungan pembahasan ilmu filsafat, maka tidak mustahil
kalau banyak di antara para filsafat memberikan definisinya secara
berbeda-beda. Coba perhatikan definisi-definisi ilmu filsafat dari filsuf
Barat dan Timur di bawah ini:
a. Plato (427SM - 347SM) seorang filsuf Yunani yang termasyhur murid
Socrates dan guru Aristoteles, mengatakan: Filsafat adalah pengetahuan
tentang segala yang ada (ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran
yang asli).
b. Aristoteles (384 SM - 322SM) mengatakan : Filsafat adalah ilmua
pengetahuan yang meliputi kebenaran, yang di dalamnya terkandung ilmu-ilmu
metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika
(filsafat menyelidiki sebab dan asas segala benda).
c. Marcus Tullius Cicero (106 SM - 43SM) politikus dan ahli pidato Romawi,
merumuskan: Filsafat adalah pengetahuan tentang sesuatu yang mahaagung dan
usaha-usaha untuk mencapainya.
d. Al-Farabi (meninggal 950M), filsuf Muslim terbesar sebelum Ibnu Sina,
mengatakan : Filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam maujud dan
bertujuan menyelidiki hakikat yang sebenarnya.
e. Immanuel Kant (1724 -1804), yang sering disebut raksasa pikir Barat,
mengatakan : Filsafat itu ilmu pokok dan pangkal segala pengetahuan yang
mencakup di dalamnya empat persoalan, yaitu:
" apakah yang dapat kita ketahui? (dijawab oleh metafisika)
" apakah yang dapat kita kerjakan? (dijawab oleh etika)
" sampai di manakah pengharapan kita? (dijawab oleh antropologi)
f. Prof. Dr. Fuad Hasan, guru besar psikologi UI, menyimpulkan: Filsafat
adalah suatu ikhtiar untuk berpikir radikal, artinya mulai dari radiksnya
suatu gejala, dari akarnya suatu hal yang hendak dimasalahkan. Dan dengan
jalan penjajakan yang radikal itu filsafat berusaha untuk sampai kepada
kesimpulan-kesimpulan yang universal.
g. Drs H. Hasbullah Bakry merumuskan: ilmu filsafat adalah ilmu yang
menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam
semesta dan manusia, sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang
bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat dicapai oleh akal manusia, dan
bagaimana sikap manusia itu seharusnya setelah mencapai pengetahuan itu.
Kesimpulan
Setelah mempelajari rumusan-rumusan tersebut di atas dapatlah disimpulkan
bahwa:
a. Filsafat adalah 'ilmu istimewa' yang mencoba menjawab masalah-masalah
yang tidak dapat dijawab oleh ilmu pengetahuan biasa kerana
masalah-masalah tersebut di luar jangkauan ilmu pengetahuan biasa.
b. Filsafat adalah hasil daya upaya manusia dengan akal budinya untuk
memahami atau mendalami secara radikal dan integral serta sistematis
hakikat sarwa yang ada, yaitu:
" hakikat Tuhan,
" hakikat alam semesta, dan
" hakikat manusia,
serta sikap manusia sebagai konsekuensi dari paham tersebut. Perlu
ditambah bahwa definisi-definisi itu sebenarnya tidak bertentangan, hanya
cara mengesahkannya saja yang berbeda.
2. Cara membatasi filsafat
Kerana sangat luasnya lapangan ilmu filsafat, maka menjadi sukar pula
orang mempelajarinya, dari mana hendak dimulai dan bagaimana cara
membahasnya agar orang yang mempelajarinya segera dapat mengetahuinya.
Pada zaman modern ini pada umunya orang telah sepakat untuk mempelajari
ilmu filsafat itu dengan dua cara, yaitu dengan memplajari sejarah
perkembangan sejak dahulu kala hingga sekarang (metode historis), dan
dengan cara mempelajari isi atau lapangan pembahasannya yang diatur dalam
bidang-bidang tertentu (metode sistematis).
Dalam metode historis orang mempelajari perkembangan aliran-aliran
filsafat sejak dahulu kala sehingga sekarang. Di sini dikemukakan riwayat
hidup tokoh-tokoh filsafat di segala masa, bagaimana timbulnya aliran
filsafatnya tentang logika, tentang metafisika, tentang etika, dan tentang
keagamaan. Seperti juga pembicaraan tentang zaman purba dilakukan secara
berurutan (kronologis) menurut waktu masing masing.
Dalam metode sistematis orang membahas langsung isi persoalan ilmu
filsafat itu dengan tidak mementingkan urutan zaman perjuangannya
masing-masing. Orang membagi persoalan ilmu filsafat itu dalam
bidang-bidang yang tertentu. Misalnya, dalam bidang logika dipersoalkan
mana yang benar dan mana yang salah menurut pertimbangan akal, bagaimana
cara berpikir yang benar dan mana yang salah. Kemudian dalam bidang etika
dipersoalkan tentang manakah yang baik dan manakah yang baik dan manakah
yang buruk dalam pembuatan manusia. Di sini tidak dibicarakan
persoalan-persoalan logika atau metafisika. Dalam metode sistematis ini
para filsuf kita konfrontasikan satu sama lain dalam bidang-bidang
tertentu. Misalnya dalam soal etika kita konfrontasikan saja pendapat
pendapat filsuf zaman klasik (Plato dan Aristoteles) dengan pendapat
filsuf zaman pertengahan (Al-Farabi atau Thimas Aquinas), dan pendapat
filsuf zaman 'aufklarung' (Kant dan lain-lain) dengan pendapat-pendapat
filsuf dewasa ini (Jaspers dan Marcel) dengan tidak usah mempersoalkan
tertib periodasi masing-masing. Begitu juga dalam soal-soal logika,
metafisika, dan lain-lain.
3. Cabang-cabang filsafat
Telah kita ketahui bahwa filsafat adalah sebagai induk yang mencakup semua
ilmu khusus. Akan tetapi, dalam perkembangan selanjutnya ilmu-ilmu khusus
itu satu demi satu memisahkan diri dari induknya, filsafat. Mula-mula
matematika dan fisika melepaskan diri, kemudian diikuti oleh ilmu-ilmu
lain. Adapun psikologi baru pada akhir-akhir ini melepaskan diri dari
filsafat, bahkan di beberapa insitut, psikologi masih terpaut dengan
filsafat.
Setelah filsafat ditinggalkan oleh ilmu-ilmu khusus, ternyata ia tidak
mati, tetapi hidup dengan corak baru sebagai 'ilmu istimewa' yang
memecahkan masalah yang tidak terpecahkan oleh ilmu-ilmu khusus. Yang
menjadi pertanyaan ialah : apa sajakah yang masih merupakan bagian dari
filsafat dalam coraknya yang baru ini? Persoalan ini membawa kita kepada
pembicaraan tentang cabang-cabang filsafat.
Ahi filsafat biasanya mempunyai pembagian yang berbeda-beda. Cuba
perhatikan sarjana-sarjana filsafat di bawah ini:
1. H. De Vos menggolongkan filsafat sebagai berikut:
" metafisika,
" logika,
" ajaran tentang ilmu pengetahuan
" filsafat alam
" filsafat sejarah
" etika,
" estetika, dan
" antropologi.
2. Prof. Albuerey Castell membagi masalah-masalah filsafat menjadi enam
bagian, yaitu:
" masalah teologis
" masalah metafisika
" masalah epistomologi
" masalah etika
" masalah politik, dan
" masalah sejarah
3 Dr. Richard H. Popkin dan Dr Avrum Astroll dalam buku mereka, Philosophy
Made Simple, membagi pembahasan mereka ke dalam tujuh bagian, yaitu:
" Section I Ethics
" Section II Political Philosophy
" Section III Metaphysics
" Section IV Philosophy of Religion
" Section V Theory of Knowledge
" Section VI Logics
" Secton VII Contemporary Philosophy,
4. Dr. M. J. Langeveld mengatakan: Filsafat adalah ilmu Kesatuan yang
terdiri atas tiga lingkungan masalah:
" lingkungan masalah keadaan (metafisika manusia, alam dan seterusnya)
" lingkungan masalah pengetahuan (teori kebenaran, teori pengetahuan,
logika)
" lingkungan masalah nilai (teori nilai etika, estetika yang bernilai
berdasarkan religi)
5. Aristoteles, murid Plato, mengadakan pembagian secara kongkret dan
sistematis menjadi empat cabang, yaitu:
a) Logika. Ilmu ini dianggap sebagai ilmu pendahuluan bagi filsafat.
b) Filsafat teoretis. Cabang ini mencangkup:
" ilmu fisika yang mempersoalkan dunia materi dari alam nyata ini,
" ilmu matematika yang mempersoalkan hakikat segala sesuatu dalam
kuantitasnya,
" ilmu metafisika yang mempersoalkan hakikat segala sesuatu. Inilah yang
paling utama dari filsafat.
c) Filsafat praktis. Cabang ini mencakup:
" ilmu etika. yang mengatur kesusilaan dan kebahagiaan dalam hidup
perseorang
" ilmu ekonomi, yang mengatur kesusilaan dan kemakmuran di dalam negara.
d) Filsafat poetika (Kesenian).
Pembagian Aristoteles ini merupakan permulaan yang baik sekali bagi
perkembangan pelajaran filsafat sebagai suatu ilmu yang dapat dipelajari
secara teratur. Ajaran Aristoteles sendiri, terutama ilmu logika, hingga
sekarang masih menjadi contoh-contoh filsafat klasik yang dikagumi dan
dipergunakan.
Walaupun pembagian ahli yang satu tidak sama dengan pembagian ahli-ahli
lainnya, kita melihat lebih banyak persamaan daripada perbedaan. Dari
pandangan para ahli tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa filsafat
dalam coraknya yang baru ini mempunyai beberapa cabang, yaitu metafisika,
logika, etika, estetika, epistemologi, dan filsafat-filsafat khusus
lainnya.
1. Metafisika: filsafat tentang hakikat yang ada di balik fisika, hakikat
yang bersifat transenden, di luar jangkauan pengalaman manusia.
2. Logika: filsafat tentang pikiran yang benar dan yang salah.
3. Etika: filsafat tentang perilaku yang baik dan yang buruk.
4. Estetika: filsafat tentang kreasi yang indah dan yang jelek.
5. Epistomologi: filsafat tentang ilmu pengetahuan.
6. Filsafat-filsafat khusus lainnya: filsafat agama, filsafat manusia,
filsafat hukum, filsafat sejarah, filsafat alam, filsafat pendidikan, dan
sebagainya.
Seperti telah dikatakan, ilmu filsafat itu sangat luas lapangan
pembahasannya. Yang ditujunya ialah mencari hakihat kebenaran dari segala
sesuatu, baik dalam kebenaran berpikir (logika), berperilaku (etika),
maupun dalam mencari hakikat atau keaslian (metafisika). Maka persoalannya
menjadi apakah sesuatu itu hakiki (asli) atau palsu (maya).
Dari tinjauan di atas kita dapat mengambil kesimpulan bahwa dalam
tiap-tiap pembagian sejak zaman Aristoteles hingga dewasa ini
lapangan-lapangan yang paling utama dalam ilmu filsafat selalu berputar di
sekitar logika, metafisika, dan etika.
4. Tujuan, fungsi dan manfaat filsafat
Menurut Harold H. Titus, filsafat adalah suatu usaha memahami alam
semesta, maknanya dan nilainya. Apabila tujuan ilmu adalah kontrol, dan
tujuan seni adalah kreativitas, kesempurnaan, bentuk keindahan komunikasi
dan ekspresi, maka tujuan filsafat adalah pengertian dan kebijaksanaan
(understanding and wisdom).
Dr Oemar A. Hoesin mengatakan: Ilmu memberi kepada kita pengatahuan, dan
filsafat memberikan hikmah. Filsafat memberikan kepuasan kepada keinginan
manusia akan pengetahuan yang tersusun dengan tertib, akan kebenaran.
S. Takdir Alisyahbana menulis dalam bukunya: filsafat itu dapat memberikan
ketenangan pikiran dan kemantapan hati, sekalipun menghadapi maut. Dalam
tujuannya yang tunggal (yaitu kebenaran) itulah letaknya kebesaran,
kemuliaan, malahan kebangsawanan filsafat di antara kerja manusia yang
lain. Kebenaran dalam arti yang sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya
baginya, itulah tujuan yang tertinggi dan satu-satunya. Bagi manusia,
berfilsafat itu bererti mengatur hidupnya seinsaf-insafnya,
senetral-netralnya dengan perasaan tanggung jawab, yakni tanggung jawab
terhadap dasar hidup yang sedalam-dalamnya, baik Tuhan, alam, atau pun
kebenaran.
Radhakrishnan dalam bukunya, History of Philosophy, menyebutkan: Tugas
filsafat bukanlah sekadar mencerminkan semangat masa ketika kita hidup,
melainkan membimbingnya maju. Fungsi filsafat adalah kreatif, menetapkan
nilai, menetapkan tujuan, menentukan arah dan menuntun pada jalan
baru. Filsafat hendaknya mengilhamkan keyakinan kepada kita untuk
menompang dunia baru, mencetak manusia-manusia yang menjadikan
penggolongan-penggolongan berdasarkan 'nation', ras, dan keyakinan
keagamaan mengabdi kepada cita mulia kemanusiaan. Filsafat tidak ada
artinya sama sekali apabila tidak universal, baik dalam ruang lingkupnya
maupun dalam semangatnya.
Studi filsafat harus membantu orang-orang untuk membangun keyakinan
keagamaan atas dasar yang matang secara intelektual. Filsafat dapat
mendukung kepercayaan keagamaan seseorang, asal saja kepercayaan tersebut
tidak bergantung pada konsepsi prailmiah yang usang, yang sempit dan yang
dogmatis. Urusan (concerns) utama agama ialah harmoni, pengaturan, ikatan,
pengabdian, perdamaian, kejujuran, pembebasan, dan Tuhan.
Berbeda dengan pendapat Soemadi Soerjabrata, yaitu mempelajari filsafat
adalah untuk mempertajamkan pikiran, maka H. De Vos berpendapat bahwa
filsafat tidak hanya cukup diketahui, tetapi harus dipraktekkan dalam
hidup sehari-sehari. Orang mengharapkan bahwa filsafat akan memberikan
kepadanya dasar-dasar pengetahuan, yang dibutuhkan untuk hidup secara
baik. Filsafat harus mengajar manusia, bagaimana ia harus hidup secara
baik. Filsafat harus mengajar manusia, bagaimana ia harus hidup agar dapat
menjadi manusia yang baik dan bahagia.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan filsafat adalah mencari
hakikat kebenaran sesuatu, baik dalam logika (kebenaran berpikir), etika
(berperilaku), maupun metafisik (hakikat keaslian).
5. Aliran-aliran dalam filsafat
Aliran-aliran yang terdapat dalam filsafat sangat banyak dan kompleks. Di
bawah ini akan kita bicarakan aliran metafisika, aliran etika, dan
aliran-aliran teori pengetahuan.
a. Aliran-aliran metafisika
Menurut Prof. S. Takdir Alisyahbana, metafisika ini dibagi menjadi dua
golongan besar, yaitu (1) yang mengenai kuantitas (jumlah) dan (2) yang
mengenai kualitas (sifat).Yang mengenai kuantitas terdiri atas (a)monisme,
(b) dualisme, dan (c) pluralisme. Monisme adalah aliran yang mengemukakan
bahwa unsur pokok segala yang ada ini adalah esa (satu). Menurut
Thales: air menurut Anaximandros: 'apeiron' menurut
Anaximenes: udara. Dualisme adalah aliran yang berpendirian bahwa unsur
pokok sarwa yang ada ini ada dua, yaitu roh dan benda. Pluralisme adalah
aliran yang berpendapat bahwa unsur pokok hakikat kenyataan ini
banyak. Menurut Empedokles: udara, api, air dan tanah.
Yang mengenai kualitas dibagi juga menjadi dua bagian besar, yakni
(a) yang melihat hakikat kenyataan itu tetap, dan (b) yang melihat hakikat
kenyataan itu sebagai kejadian.
Yang termasuk golongan pertama (tetap) ialah:
" Spiritualisme, yakni aliran yang berpendapat bahwa hakikat itu bersifat roh.
" Materialisme, yakni aliran yang berpendapat bahwa hakikat itu bersifat
materi.
Yang termasuk golongan kedua (kejadian) ialah:
" Mekanisme, yakni aliran yang berkeyakinan bahwa kejadian di dunia ini
berlaku dengan sendirinya menurut hukum sebab-akibat.
" Aliran teleologi, yakni aliran yang berkeyakinan bahwa kejadian yang
satu berhubungan dengan kejadian yang lain, bukan oleh hukum sebab-akibat,
melainkan semata-mata oleh tujuan yang sama.
" Determinisme, yaitu aliran yang mengajarkan bahwa kemauan manusia itu
tidak merdeka dalam mengambil putusan-putusan yang penting, tetapi sudah
terpasti lebih dahulu.
" Indeterminisme, yaitu aliran yang berpendirian bahwa kemauan manusia itu
bebas dalam arti yang seluas-luasnya.
b. Aliran-aliran etika
Aliran-aliran penting dalam etika banyak sekali, diantaranya ialah:
1) Aliran etika nuturalisme, yaitu aliran yang beranggapan bahwa
kebahagiaan manusia itu diperoleh dengan menurutkan panggilan natural
(fitrah) kejadian manusia sekali.
2) Aliran etika hedonisme, yaitu aliran yang berpendapat bahwa perbuatan
susila itu ialah perbuatan yang menimbulkan 'hedone' (kenikmatan dan
kelazatan).
3) Aliran etika utilitarianisme, yaitu aliran yang menilai baik dan
buruknya perbuatan manusia ditinjau dari kecil dan besarnya manfaat bagi
manusia (utility = manfaat).
4) Aliran etika idealisme, yaitu aliran yang menilai baik buruknya
perbuatan manusia janganlah terikat pada sebab-musabab lahir, tetapi
haruslah didasarkan atas prinsip kerohanian (idea) yang lebih tinggi.
5) Aliran etika vitalisme, yaitu aliran yang menilai baik-buruknya
perbuatan manusia itu sebagai ukuran ada atau tidak adanya daya hidup
(vital) yang maksimum mengendalikan perbuatan itu.
6) Aliran etika theologis, yaitu aliran yang berkeyakinan bahwa ukuran
baik dan buruknya perbuatan manusia itu dinilai dengan sesuai atau tidak
sesuainya dengan perintah Tuhan (Theos = Tuhan).
c. Aliran-aliran teori pengetahuan
Aliran ini mencoba menjawab pertanyaan, bagaimana manusia mendapat
pengetahuannya sehingga pengetahuan itu benar dan berlaku.
Pertama, golongan yang mengemukakan asal atau sumber pengetahuan. Termasuk
ke dalamnya:
" Rationalisme, yaitu aliran yang mengemukakan bahwa sumber pengetahuan
manusia ialah pikiran, rasio dan jiwa manusia.
" Empirisme, yaitu aliran yang mengatakan bahwa pengetahuan manusia itu
berasal dari pengalaman manusia, dari dunia luar yang ditangkap
pancainderanya.
" Kritisisme (transendentalisme), yaitu aliran yang berpendapat bahwa
pengetahuan manusia itu berasal dari luar maupun dari jiwa manusia itu
sendiri.
" Kedua, golongan yang mengemukakan hakikat pengetahuan manusia. Termasuk
ke dalamnya:
" Realisme, yaitu aliran yang berpendirian bahwa pengetahuan manusia itu
adalah gambar yang baik dan tepat dari kebenaran dalam pengetahuan yang
baik tergambarkan kebenaran seperti sungguh-sungguhnya ada.
" Idealisme, yaitu aliran yang berpendapat bahwa pengetahuan itu tidak
lain daripada kejadian dalam jiwa manusia, sedangkan kenyataan yang
diketahui manusia itu sekaliannya terletak di luarnya.
d. Aliran-aliran lainnya dalam filsafat
Di samping aliran-aliran di atas, masih banyak aliran yang lain dalam
filsafat. Aliran-aliran itu antara lain ialah:
1) Eksistensialisme, yaitu aliran yang berpendirian bahwa filsafat harus
bertitik tolak pada manusia yang kongkret, yaitu manusia sebagai
eksistensi, dan sehubungan dengan titik tolak ini. maka bagi manusia
eksistensi itu mendahului esensi.
2) Pragmatisme, yaitu aliran yang beranggapan bahwa benar dan tidaknya
sesuatu ucapan, dalil, atau teori, semata-mata bergantung pada berfaedah
atau tidaknya ucapan, dalil atau teori tersebut bagi manusia untuk
bertindak di dalam kehidupannya.
3) Fenomenologi, yaitu aliran yang berpendapat bahwa hasrat yang kuat
untuk mengerti yang sebenarnya dan keyakinan bahwa pengertian itu dapat
dicapai jika kita mengamati fenomena atau pertemuan kita dengan realitas.
4) Positivisme, yaitu aliran yang berpendirian bahwa filsafat hendaknya
semata-mata berpangkal pada peristiwa yang positif, artinya
peristiwa-peristiwa yang dialami manusia.
5) Aliran filsafat hidup, yaitu aliran yang berpendapat bahwa berfilsafat
barulah mungkin jika rasio dipadukan dengan seluruh kepribadian sehingga
filsafat itu tidak hanya hal yang mengenai berpikir saja, tetapi juga
mengenai ada, yang mengikutkan kehendak, hati, dan iman, pendeknya seluruh
hidup.
6. Filsafat, agama, dan ilmu pengetahuan
a. Filsafat dan agama
Dalam buku Filsafat Agama karangan Dr. H. Rosjidi diuraikan tentang
perbedaan filsafat dengan agama, sebab kedua kata tersebut sering dipahami
secara keliru.
Filsafat
1) Filsafat berarti berpikir, jadi yang penting ialah ia dapat berpikir.
2) Menurut William Temple, filsafat adalah menuntut pengetahuan untuk
memahami.
3) C.S. Lewis membedakan 'enjoyment' dan 'contemplation', misalnya
laki-laki mencintai perempuan. Rasa cinta disebut 'enjoyment', sedangkan
memikirkan rasa cintanya disebut 'contemplation', yaitu pikiran si pecinta
tentang rasa cintanya itu.
4) Filsafat banyak berhubungan dengan pikiran yang dingin dan tenang.
5) Filsafat dapat diumpamakan seperti air telaga yang tenang dan jernih
dan dapat dilihat dasarnya.
6) Seorang ahli filsafat, jika berhadapan dengan penganut aliran atau
paham lain, biasanya bersikap lunak.
7) Filsafat, walaupun bersifat tenang dalam pekerjaannya, sering
mengeruhkan pikiran pemeluknya.
8) Ahli filsafat ingin mencari kelemahan dalam tiap-tiap pendirian dan
argumen, walaupun argumenya sendiri.
Agama
1) Agama berarti mengabdikan diri, jadi yang penting ialah hidup secara
beragama sesuai dengan aturan-aturan agama itu.
2) Agama menuntut pengetahuan untuk beribadat yang terutama merupakan
hubungan manusia dengan Tuhan.
3) Agama dapat dikiaskan dengan 'enjoyment' atau rasa cinta seseorang,
rasa pengabdian (dedication) atau 'contentment'.
4) Agama banyak berhubungan dengan hati.
5) Agama dapat diumpamakan sebagai air sungai yang terjun dari bendungan
dengan gemuruhnya.
6) Agama, oleh pemeluk-pemeluknya, akan dipertahankan dengan
habis-habisan, sebab mereka telah terikat dn mengabdikan diri.
7) Agama, di samping memenuhi pemeluknya dengan semangat dan perasaan
pengabdian diri, juga mempunyai efek yang menenangkan jiwa pemeluknya.
8) Filsafat penting dalam mempelajari agama.
Demikianlah antara lain perbedaan yang terdapat dalam filsafat dan agama
menurut Dr. H. Rosjidi.
b. Filsafat dan ilmu pengetahuan
Apakah hubungan antara filsafat dengan ilmu pengetahuan? Oleh Louis
Kattsoff dikatakan: Bahasa yang pakai dalam filsafat dan ilmu pengetahuan
dalam beberapa hal saling melengkapi. Hanya saja bahasa yang dipakai dalam
filsafat mencoba untuk berbicara mengenai ilmu pengetahuan, dan bukanya di
dalam ilmu pengetahuan. Namun, apa yang harus dikatakan oleh seorang
ilmuwan mungkin penting pula bagi seorang filsuf.
Pada bagian lain dikatakan: Filsafat dalam usahanya mencari jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan pokok yang kita ajukan harus memperhatikan
hasil-hasil ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan dalam usahanya menemukan
rahasia alam kodrat haruslah mengetahui anggapan kefilsafatan mengenai
alam kodrat tersebut. Filsafat mempersoalkan istilah-istilah terpokok dari
ilmu pengetahuan dengan suatu cara yang berada di luar tujuan dan metode
ilmu pengetahuan.
Dalam hubungan ini Harold H. Titus menerangkan: Ilmu pengetahuan mengisi
filsafat dengan sejumlah besar materi yang faktual dan deskriptif, yang
sangat perlu dalam pembinaan suatu filsafat. Banyak ilmuwan yang juga
filsuf. Para filsuf terlatih di dalam metode ilmiah, dan sering pula
menuntut minat khusus dalam beberapa ilmu sebagai berikut:
1) Historis, mula-mula filsafat identik dengan ilmu pengetahuan,
sebagaimana juga filsuf identik dengan ilmuwan.
2) Objek material ilmu adalah alam dan manusia. Sedangkan objek material
filsafat adalah alam, manusia dan ketuhanan.
c. Bedanya filsafat dengan ilmu-ilmu lain.
1) Filsafat menyelidiki, membahas, serta memikirkan seluruh alam
kenyataan, dan menyelidiki bagaimana hubungan kenyataan satu sama
lain. Jadi ia memandang satu kesatuan yang belum dipecah-pecah serta
pembahasanya secara kesuluruhan. Sedangkan ilmu-ilmu lain atau ilmu vak
menyelidiki hanya sebagian saja dari alam maujud ini, misalnya ilmu hayat
membicarakan tentang hewan, tumbuh-tumbuhan dan manusia; ilmu bumi
membicarakan tentang kota, sungai, hasil bumi dan sebagainya.
2) Filsafat tidak saja menyelidiki tentang sebab-akibat, tetapi
menyelidiki hakikatnya sekaligus. Sedangkan ilmu vak membahas tentang
sebab dan akibat suatu peristiwa.
3) Dalam pembahasannya filsafat menjawab apa ia sebenarnya, dari mana
asalnya, dan hendak ke mana perginya. Sedangkan ilmu vak harus menjawab
pertanyaan bagaimana dan apa sebabnya.
Sebagian orang menganggap bahwa filsafat merupakan ibu dari ilmu-ilmu
vak. Alasannya ialah bahwa ilmu vak sering menghadapi kesulitan dalam
menentukan batas-batas lingkungannya masing-masing. Misalnya batas antara
ilmu alam dengan ilmu hayat, antara sosiologi dengan
antropologi. Ilmu-ilmu itu dengan sendirinya sukar menentukan batas-batas
masing-masing. Suatu instansi yang lebih tinggi, yaitu ilmu filsafat,
itulah yang mengatur dan menyelesaikan hubungan dan perbedaan batas-batas
antara ilmu-ilmu vak tersebut.
7. Rangkuman
Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu, dengan
mencari sebab-sebab terdalam, berdasarkan kekuatan pikiran manusia sendiri.
Ilmu pengetahuan adalah kumpulan pengetahuan mengenai suatu hal tertentu
(objek atau lapangannya), yang merupakan kesatuan yang sistematis, dan
memberikan penjelasan yang dapat dipertanggungjawabkan dengan menunjukkan
sebab-sebab hal itu.
Jadi berarti ada metode, ada sistem, ada satu pandangan yang dipersatukan
(memberi sintesis), dan yang dicari ialah sebab-sebabnya. Demikian
filsafat mempunyai metode dan sistem sendiri dalam usahanya untuk mencari
hakikat dari segala sesuatu, dan yang dicari ialah sebab-sebab yang
terdalam. Ilmu-ilmu pengetahuan dirinci menurut lapangan atau objek dan
sudut pandangan. Objek dan sudut pandangan filsafat disebut juga dalam
definisinya, yaitu "segala sesuatu".
Lapangan filsafat sangat jelas; ia meliputi segala apa yang
ada. Pertanyaan-pertanyaan kita itu mengenai kesemuanya yang ada, tak ada
yang dikecualikan. Hal-hal yang tidak kentara pun (seperti jiwa manusia,
kebaikan, kebenaran, bahkan Tuhan sendiri pun) dipersoalkan. Lapangan yang
sangat luas ini nanti kita bagi-bagi ke dalam beberapa lapangan pokok.
Sebab-sebab yang terdalam
Dengan ini ditunjuk sudut pandangan, aspek khusus, sudut khusus yang
dipelajari dalam segala sesuatu itu. Sudut pandangan (juga disebut "object
formal") ini yang membedakan berbagai ilmu pengetahuan yang mengenai objek
atau lapangan yang sama. Misalnya ilmu kedoktoran mempelajari manusia
dilihat dari sudut tubuhnya yang sakit dan harusnya disembuhkan, sosiologi
mempelajari manusia dalam sudut kemasyarakatan. Demikianlah filsafat
mempelajari dalam segala sesuatu itu ialah keterangan yang penghabisan,
yang terakhir, dan terdalam, sampai habis, sampai pada sebab yang
terakhir. Yang kita cari ialah kebijaksanaan, hakikat dari seluruh
kenyataan, intisari dan esensi dari semua yang ada.
Kekuatan pikiran manusia sendiri
Dengan ini ditunjuk alat yang kita gunakan dalam usaha kita untuk mencapai
kebijaksanaan itu, yaitu pikiran kita sendiri. Ini membedakan filsafat
dari teologi (ilmu ke-Allahan) yang juga mengenai segala sesuatu, tetapi
yang berdasarkan wahyu Tuhan. Filsafat tidak berdasarkan wahyu Tuhan,
tidak meminta pertolongan dari Kitab Suci, tetapi berdasarkan asas-asas
dan dasar-dasarnya hanya dengan cara analisis-analisis oleh pikiran kita
sendiri. Justru karena itu, filsafat dapat merumuskan hukum-hukum yang
berlaku umum, bagi setiap orang, terserah agama mana yang dianutnya. Akan
tetapi, ini pun kelemahan filsafat: jika hanya filsafat saja yang cukup
dipakai sebagai pegangan hidup, pandangan hidup, maka ini tidak cukup,
sebab banyak pertanyaan yang tidak dapat dijawab dengan 100% memuaskan
oleh filsafat, sedangkan filsafat sendiri dalam usahanya mencari hakikat
dari seluruh kenyataan menunjuk kepada Tuhan sebagai sumber terakhir dan
sebab pertama. (Jadi, sebetulnya filsafat dan agama !! tidak bertentangan,
tetapi saling melengkapi).
+++
Karena sangat luasnya lapangan yang diselidiki dan sulit serta
berbelit-belitnya soal-soal yang dihadapi maka lapangan yang sangat luas
ini dibagi-bagi ke dalam beberapa lapangan pokok agar penyelidikan dapat
dilakukan dengan sistemis dan baik.
Pembagian ini diadakan secara induksi, yaitu dengan melihat dulu
persoalan-persoalan mana yang timbul dan minta diselesaikan.
a. Tentang pengetahuan (alat untuk mencapai 'insight' itu)
1) Logika formal (logic)
Membentangkan hukum-hukum yang harus ditaati agar kita berpikir dengan
lurus dan baik dan dapat mencapai kebenaran. Ini akan dipelajari lebih
lanjut dalam masa akan datang.
2) Kritika atau logika material (epistemology)
Memandangkan isi pengetahuan kita, sumber-sumbernya, proses terjadinya
pengetahuan, dan memberikan pertanggungjawaban tentang kemungkinan dan
batas-batas pengetahuan kita (soal kekeliruan, kepastian, dan sebagainya).
b. Tentang pertanyaan dan sebab-sebabnya yang terdalam
3) Metafisika (ontology/metaphysics)
Mengupas apa ertinya "ada" itu, apa tujuannya, apa sebab-sebabnya, dan
mencari hakikat dari semua barang yang ada (hylemorphisme)
4) Theodycea atau teologia naturalis (natural theology)
Merupakan konsekuensi terakhir dari penyelidikan filsafat, dengan
menunjukkan sebab pertama dan tujuan terakhir; mencari berdasarkan
kekuatan pikiran manusia sendiri bukti-bukti tentang adanya Tuhan,
sifat-sifat-Nya, dan hubunganNya dengan dunia.
c. Tentang manusia dan dunia
5) Filsafat tentang manusia (philosophy of man)
(Juga sering disebut antropologia metafisika atau psikologia
metafisika). Ini merupakan inti dan pangkalan dari seluruh filsafat: Orang
mengetahui tentang "ada" itu dari adanya sendiri. Maka diselidiki apa
kodrat (nature) manusia itu, bagaimana susunannya atas badan dan jiwa,
bagaimana terjadinya pengetahuan, apa kehendak bebas, apa arti dan peranan
keinderaan dan perasaan, apa arti kepribadian, dan sebagainya.
6) Kosmologia (philosophy of nature)
Mempersoalkan dunia material, susunannya, aturannya, mencari hakikat dari
waktu dan tempat, gerakan, hidup, dan sebagainya.
d. Tentang kesusilaan
7) Etika atau filsafat moral (ethics)
Membentangkan apa yang baik, apa yang buruk, apa ukuran-ukurannya,
bagaimana dan mengapa manusia terikat oleh aturan-aturan ke susilaan,
bagaimana kita dipimpin oleh suara batin, bagaimana tujuan hidup dapat
kita capaui, dan sebagainya.
8) Etika sosial
Merupakan bagian dari etika yang sangat penting pula, taitu yang
membicarakan norma-norma hidup kemasyarakatan (keluarga, negara
internasional).
e. Lain-lain
Lapangan-lapangan yang tersebut di atas merupakan lapangan-lapangan pokok
dari filsafat. Di samping. Di samping itu ada beberapa lapangan yang
penting pula, yang merupakan rincian legih lanjut, penerapan asa-asas
filsafat pada lapangan-lapangan hidup tertentu. Antara lain: asas-asas
filsafat pada lapangan-lapangan hidup tertentu. Antara lain:
" filsafat kebudayaan (kombinasi etika dan filsafat tentang manusia).
" filsafat kesenian atau estetika, praktis
" filsafat hukum
" filsafat tentang sejarah, bahasa, ekonomi, teknik, agama, kerja dan
lain-lain.
+++
Kepentingan filsafat
Akhirnya sepatah kata tentang kepentingan filsafat. Filsafat sering
dianggap teori belaka, yang jauh dari kenyataan hidup konkret. Akan
tetapi, filsafat ada segi praktisnya juga. Sikap dan pandangan yang
dipertanggungjawabkan, seperti yang kita cari dalam filsafat, dengan
sendirinya akan mempengaruhi sikap kita praktis juga. Kebijaksanaan tidak
hanya berarti "pengetahuan yang mendalam", tetapi juga "sikap hidup yang
benar", yang tepat, sesuai dengan pengetahuan yang telah dicapai itu.
Ini nampak dengan jelas terutama pada pelajaran etika dan logika yang
bersama-sama memberikan pegangan dan bimbingan kepada pikiran dan kepada
kehendak, agar hidup dengan 'benar' dan 'baik'. maka konkretnya:
1) Filsafat menolong mendidik, membangun diri kita sendiri: dengan
berpikir lebih mendalam, kita mengalami dan menyadari kerohanian
kita. Rahasia hidup yang kita selidiki justru memaksa kita untuk berpikir
untuk hidup sesadar-sadarnya, dan memberikan isi kepada hidup kita
sendiri.
2) Filsafat memberikan kebiasaan dan kepandaian untuk melihat dan
memecahkan persoalan-persoalan dalam hidup sehari-hari. Orang yang hidup
secara "dangkal" saja, tidak mudah melihat persoalan-persoalan, apalagi
melihat pemecahnya. Dalam filsafat kita dilatih melihat dulu apa yang
menjadi persoalan, dan ini merupakan syarat mutlak untuk memecahkannya.
3) Filsafat memberikan pandangan yang luas, membendung "akuisme" dan
"aku-sentrisme" (dalam segala hal hanya melihat dan mementingkan
kepentingan dan kesenangan si aku).
4) Filsafat merupakan latihan untuk berpikir sendiri, hingga kita tak
hanya ikut-ikutan saja, membuntut pada pandangan umum, percaya akan setiap
semboyan dalam surat-surat kabar, tetapi secara kritis menyelidiki apa
yang dikemukakan orang, mempunyai pendapat sendiri, "berdiri-sendiri",
dengan cita-cita mencari kebenaran.
5) Filsafat memberikan dasar-dasar, baik untuk hidup kita sendiri
(terutama dalam etika) maupun untuk ilmu-ilmu pengetahuan dan lainnya,
seperti sosiologi, ilmu jiwa, ilmu mendidik, dan sebagainya.
SEJARAH FILSAFAT KUNO
1. Filsafat Yunani
Para sarjana filsafat mengatakan bahwa mempelajari filsafat Yunani
berarti menyaksikan kelahiran filsafat. Karena itu tidak ada pengantar
filsafat yang lebih ideal dari pada study perkembangan pemikiran filsafat
di negeri Yunani. Alfred Whitehead mengatakan tentang Plato:
"All Western phylosophy is but a series of footnotes to Plato". Pada
Plato dan filsafat Yunani umumnya dijumpai problem filsafat yang masih
dipersoalkan sampai hari ini. Tema-tema filsafat Yunani seperti ada,
menjadi, substansi, ruang, waktu, kebenaran, jiwa, pengenalan, Allah dan
dunia merupakan tema-tema bagi filsafat seluruhnya.
Filsuf- Filsuf Pertama
Ada tiga filsuf dari kota Miletos yaitu Thales, Anaximandros dan
Anaximenes. Ketiganya secara khusus menaruh perhatian pada alam dan
kejadian-kejadian alamiah, terutama tertarik pada adanya perubahan yang
terus menerus di alam. Mereka mencari suatu asas atau prinsip yang tetap
tinggal sama di belakang perubahan-perubahan yang tak henti-hentinya
itu. Thales mengatakan bahwa prinsip itu adalah air, Anaximandros
berpendapat to apeiron atau yang tak terbatas sedangkan Anaximenes
menunjuk udara.
Thales juga berpendapat bahwa bumi terletak di atas air. Tentang
bumi, Anaximandros mengatakan bahwa bumi persis berada di pusat jagat raya
dengan jarak yang sama terhadap semua badan yang lain. Sedangkan mengenai
kehidupan bahwa semua makhluk hidup berasal dari air dan bentuk hidup yang
pertama adalah ikan. dan manusia pertama tumbuh dalam perut
ikan. Sementara Anaximenes dapat dikatakan sebagai pemikir pertama yang
mengemukakan persamaan antara tubuh manusia dan jagat raya. Udara di alam
semesta ibarat jiwa yang dipupuk dengan pernapasan di dalam tubuh manusia.
Filosof berikutnya yang perlu diperkenalkan adalah
Pythagoras. Ajaran-ajarannya yang pokok adalah pertama dikatakan bahwa
jiwa tidak dapat mati. Sesudah kematian manusia, jiwa pindah ke dalam
hewan, dan setelah hewan itu mati jiwa itu pindah lagi dan
seterusnya. Tetapi dengan mensucikan dirinya, jiwa dapat selamat dari
reinkarnasi itu. Kedua dari penemuannya terhadap interval-interval utama
dari tangga nada yang diekspresikan dengan perbandingan dengan
bilangan-bilangan, Pythagoras menyatakan bahwa suatu gejala fisis dikusai
oleh hukum matematis. Bahkan katanya segala-galanya adalah
bilangan. Ketiga mengenai kosmos, Pythagoras menyatakan untuk pertama
kalinya, bahwa jagat raya bukanlah bumi melainkan Hestia (Api),
sebagaimana perapian merupakan pusat dari sebuah rumah.
Pada jaman Pythagoras ada Herakleitos Di kota Ephesos dan menyatakan
bahwa api sebagai dasar segala sesuatu. Api adalah lambang perubahan,
karena api menyebabkan kayu atau bahan apa saja berubah menjadi abu
sementara apinya sendiri tetap menjadi api. Herakleitos juga berpandangan
bahwa di dalam dunia alamiah tidak sesuatupun yang tetap. Segala sesuatu
yang ada sedang menjadi. Pernyataannya yang masyhur "Pantarhei kai uden
menei" yang artinya semuanya mengalir dan tidak ada sesuatupun yang
tinggal tetap.
Filosof pertama yang disebut sebagai peletak dasar metafisika adalah
Parmenides. Parmenides berpendapat bahwa yang ada ada, yang tidak ada
tidak ada. Konsekuensi dari pernyataan ini adalah yang ada 1) satu dan
tidak terbagi, 2) kekal, tidak mungkin ada perubahan, 3) sempurna, tidak
bisa ditambah atau diambil darinya, 4) mengisi segala tempat, akibatnya
tidak mungkin ada gerak sebagaimana klaim Herakleitos. Para filsuf
tersebut dikenal sebagai filsuf monisme yaitu pendirian bahwa realitas
seluruhnya bersifat satu karena terdiri dari satu unsur saja.
Para Filsuf berikut ini dikenal sebagai filsuf pluralis, karena
pandangannya yang menyatakan bahwa realitas terdiri dari banyak
unsur. Empedokles menyatakan bahwa realitas terdiri dari empat rizomata
(akar) yaitu api, udara, tanah dan air. Perubahan-perubahan yang terjadi
di alam dikendalikan oleh dua prinsip yaitu cinta (Philotes) dan benci
(Neikos). Empedokles juga menerangkan bahwa pengenalan
(manusia) berdasarkan prinsip yang sama mengenal yang sama. Pruralis yang
berikutnya adalah Anaxagoras, yang mengatakan bahwa realitas adalah
terdiri dari sejumlah tak terhingga spermata (benih). Berbeda dari
Empedokles yang mengatakan bahwa setiap unsur hanya memiliki kualitasnya
sendiri seperti api adalah panas dan air adalah basah, Anaxagoras
mengatakan bahwa segalanya terdapat dalam segalanya. Karena itu rambut
dan kuku bisa tumbuh dari daging. Perubahan yang membuat benih-benih
menjadi kosmos hanya berupa satu prinsip yaitu Nus yang berarti roh atau
rasio. Nus tidak tercampur dalam benih-benih dan Nus mengenal serta
mengusai segala sesuatu. Karena itu, Anaxagoras dikatakan sebagai filsuf
pertama yang membedakan antara "yang ruhani" dan "yang jasmani".
Pluralis Leukippos dan Demokritos juga disebut sebagai filsuf
atomis. Atomisme mengatakan bahwa realitas terdiri dari banyak unsur yang
tak dapat dibagi-bagi lagi, karenanya unsur-unsur terakhir ini disebut
atomos. Lebih lanjut dikatakan bahwa atom-atom dibedakan melalui tiga
cara: (seperti A dan N), urutannya (seperti AN dan NA) dan posisinya
(seperti N dan Z). Jumlah atom tidak berhingga dan tidak mempunyai
kualitas, sebagaimana pandangan Parmenides atom-atom tidak dijadikan dan
kekal. Tetapi Leukippos dan Demokritos menerima ruang kosong sehingga
memungkinkan adanya gerak. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa realitas
seluruhnya terdiri dari dua hal: yang penuh yaitu atom-atom dan yang
kosong.
Menurut Demokritos jiwa juga terdiri dari atom-atom. Menurutnya
proses pengenalan manusia tidak lain sebagai interaksi antar atom. Setiap
benda mengeluarkan eidola (gambaran-gambaran kecil yang terdiri dari
atom-atom dan berbentuk sama seperti benda itu). Eidola ini masuk ke
dalam panca indra dan disalurkan kedalam jiwa yang juga terdiri dari
atom-atom eidola. Kualitas-kualitas yang manis, panas, dingin dan
sebagainya, semua hanya berkuantitatif belaka. Atom jiwa bersentuhan
dengan atom licin menyebabkan rasa manis, persentuhan dengan atom kesat
menimbulkan rasa pahit sedangkan sentuhan dengan atom berkecepatan tinggi
menyebabkan rasa panas, dan seterusnya.
Kaum Sofis dan Socrates
Filsafat dalam periode ini ditandai oleh ajarannya yang
"membumi" dibandingkan ajaran-ajaran filsuf sebelumnya. Seperti dikatakan
Cicero --sastrawan Roma-- bahwa Socrates telah memindahkan
filsafat dari langit ke atas bumi. Maksudnya, filsuf pra-Socrates
mengkonsentrasikan diri pada persoalan alam semesta sedangkan Socrates
mengarahkan obyek penelitiannya pada manusia di atas bumi. Hal ini juga
diikuti oleh para sofis. Seperti telah disebutkan di depan, sofis
(sophistes) mengalami kemerosotan makna. Sophistes digunakan untuk
menyebut guru-guru yang berkeliling dari kota ke kota dan memainkan peran
penting dalam masyarakat. Dalam dialog Protagoras, Plato mengatakan bahwa
para sofis merupakan pemilik warung yang menjual barang ruhani.
Sofis pertama adalah Protagoras, menurutnya manusia ialah ukuran
segala-galanya. Pandangan ini bisa disebut "relativisme" artinya
kebenaran tergantung pada manusia. Berkaitan dengan relativisme ini maka
diperlukan seni berdebat yang memungkinkan orang membuat argumen yang
paling lemah menjadi paling kuat. Ajarannya tentang negara mengatakan
bahwa setiap negara mempunyai adat kebiasaan sendiri; seorang dewa
berkunjung kepada manusia dan memberi anugerah --keinsyafan akan keadilan
dan aidos hormat pada orang lain-- yang memungkinkan manusia dapat hidup
bersama. Filsuf berikutnya adalah Gorgias yang mempertahankan tiga
pendiriannya; 1) Tidak ada sesuatupun, 2) Seandainya sesutu tidak ada,
maka ia tidak dapat dikenali, 3) Seandainya sesuatu dapat dikenali, maka
hal itu tidak bisa disampaikan kepada orang lain. Sofis Hippias
berpandangan bahwa Physis (kodrat) manusia merupakan dasar dari tingkah
laku manusia dan susunan masyarakat, bukannya undang-undang (nomos) karena
undang-undang sering kali memperkosa kodrat manusia. Sofis Prodikos
mengatakan bahwa agama merupakan penemuan manusia. Sedangkan Kritias
berpendapat bahwa agama ditemukan oleh penguasa-penguasa negara yang
licik.
Sebagaimana para sofis, Socrates memulai filsafatnya dengan bertitik
tolak dari pengalaman keseharian dan kehidupan kongkret. Perbedaannya
terletak pada penolakan Socrates terhadap relatifisme yang pada umumnya
dianut para sofis. Menurut Socrates tidak benar bahwa yang baik itu baik
bagi warga negara Athena dan lain lagi bagi warga negara Sparta. Yang baik
mempunyai nilai yang sama bagi semua manusia, dan harus dijunjung tinggi
oleh semua orang. Pendirinya yang terkenal adalah pandangannya yang
menyatakan bahwa keutamaan (arete) adalah pengetahuan, pandangan ini
kadang-kadang disebut intelektualisme etis. Dengan demikian Socrates
menciptakan suatu etika yang berlaku bagi semua manusia. Sedang ilmu
pengetahuan Socrates menemukan metode induksi dan memperkenalkan
definisi-definisi umum.
Plato.
Hampir semua karya Plato ditulis dalam bentuk dialog dan Socrates diberi
peran yang dominan dalam dialog tersebut. Sekurang-kurangnya ada dua
alasan mengapa Plato memilih yang begitu. Pertama, sifat karyanya
Socratik --Socrates berperan sentral-- dan diketahui bahwa Socrates tidak
mengajar tetapi mengadakan tanya jawab dengan teman-temannya di
Athena. Dengan demikian, karya plato dapat dipandang sebagai monumen bagi
sang guru yang dikaguminya. Kedua, berkaitan dengan anggapan plato
mengenai filsafat. Menurutya, filsafat pada intinya tidak lain daripada
dialog, dan filsafat seolah-olah drama yang hidup, yang tidak pernah
selasai tetapi harus dimulai kembali.
Ada tiga ajaran pokok dari Plato yaitu tentang idea, jiwa dan proses
mengenal. Menurut Plato realitas terbagi menjadi dua yaitu inderawi yang
selalu berubah dan dunia idea yang tidak pernah berubah. Idea merupakan
sesuatu yang obyektif, tidak diciptakan oleh pikiran dan justru sebaliknya
pikiran tergantung pada idea-idea tersebut. Idea-idea berhubungan dengan
dunia melalui tiga cara; Idea hadir di dalam benda, idea-idea
berpartisipasi dalam kongkret, dan idea merupakan model atau contoh
(paradigma) bagi benda konkret. Pembagian dunia ini pada gilirannya juga
memberikam dua pengenalan. Pertama pengenalan tentang idea; inilah
pengenalan yang sebenarnya. Pengenalan yang dapat dicapai oleh rasio ini
disebut episteme (pengetahuan) dan bersifat, teguh, jelas, dan tidak
berubah. Dengan demikian Plato menolak relatifisme kaum sofis. Kedua,
pengenalan tentang benda-benda disebut doxa (pendapat), dan bersifat tidak
tetap dan tidak pasti; pengenalan ini dapat dicapai dengan panca
indera. Dengan dua dunianya ini juga Plato bisa mendamaikan persoalan
besar filsafat pra-socratik yaitu pandangan panta rhei-nya Herakleitos dan
pandangan yang ada-ada-nya Parmenides. Keduanya benar, dunia inderawi
memang selalu berubah sedangkan dunia idea tidak pernah berubah dan abadi.
Memang jiwa Plato berpendapat bahwa jika itu baka, lantaran terdapat
kesamaan antara jiwa dan idea. Lebih lanjut dikatakan bahwa jiwa sudah ada
sebelum hidup di bumi. Sebelum bersatu dengan badan, jiwa sudah mengalami
pra eksistensi dimana ia memandang idea-idea. Berdasarkan pandangannya
ini, Plato lebih lanjut berteori bahwa pengenalan pada dasarnya tidak lain
adalah pengingatan (anamnenis) terhadap idea-idea yang telah dilihat pada
waktu pra-eksistansi. Ajaran Plato tentang jiwa manusia ini bisa disebut
penjara. Plato juga mengatakan, sebagaimana manusia, jagat raya juga
memiliki jiwa dan jiwa dunia diciptakan sebelum jiwa-jiwa manusia.
Plato juga membuat uraian tentang negara. Tetapi jasanya terbesar
adalah usahanya membuka sekolah yang bertujuan ilmiah. Sekolahnya diberi
nama "Akademia" yang paling didedikasikan kepada pahlawan yang bernama
Akademos. Mata pelajaran yang paling diperhatikan adalah ilmu
pasti. Menurut cerita tradisi, di pintu masuk akademia terdapat
tulisan; "yang belum mempelajari matematika janganlah masuk di sini".
Aristoteles.
Ia berpendapat bahwa seorang tidak dapat mengetahui suatu obyek jika ia
tidak dapat mengatakan pengetahuan itu pada orang lain. Barangkali dengan
pandangannya yang seperti ini jumlah karyanya sangat banyak bisa
dijelaskan. Spektrum pengetahuan yang diminati oleh Aristoteles luas
sekali, barangkali seluas lapangan pengetahuan itu sendiri. Menurutnya
pengetahuan manusia dapat disistemasikan sebagai berikut;
Pengetahuan
--------------------------------------------------------------------
Teoritis Praktis Produktif
-------------------------------------- --------------- -----------
Teologi/metafisik Matematika Fisika Etika Politik Seni
---------------------- --------
Ilmu Hitung Ilmu Ukur Retorika
Aristoteles berpendapat bahwa logika tidak termasuk ilmu pengetahuan
tersendiri, tetapi mendahului ilmu pengetahuan sebagai persiapan berfikir
secara ilmiah. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, logika diuraikan
secara sistematis. Tidak dapat dibantah bahwa logika Aristoteles
memainkan peranan penting dalam sejarah intelektual manusia; tidaklah
berlebihan bila Immanuel Kant mengatakan bahwa sejak Aristoteles logika
tidak maju selangkahpun.
Mengenai pengetahuan, Aristoteles mengatakan bahwa pengetahuan dapat
dihasilkan melalui jalan induksi dan jalan deduksi, Induksi mengandalkan
panca indera yang "lemah", sedangkan deduksi lepas dari pengetahuan
inderawi. Karena itu dalam logikanya Aristoteles sangat banyak memberi
tempat pada deduksi yang dipandangnya sebagai jalan sempurna menuju
pengetahuan baru. Salah satu cara Aristoteles mempraktekkan deduksi adalah
Syllogismos (silogosme).
a. Fisika
Di dalam fisikanya, Aristoteles mempelajari dan membagi gerak
(kinetis) menjadi dua; gerak spontan dan gerak karena kekerasan. Gerak
spontan yang diartikan sebagai perubahan secara umum dikelompokkan
menjadi gerak subsitusional yakni sesuatu menjadi sesuatu yang lain
seperti seekor anjing mati dan gerak aksidental yakni perubahan yang
menyangkut salah satu aspek saja. Gerak aksidental ini berlangsung melalui
tiga cara; yaitu gerak lokal seperti meja pindah dari satu tempat ke
tempat lain, gerak kualitatif seperti daun hijau menjadi kuning, dan gerak
kuantitatif seperti pohon tumbuh membesar. Dalam setiap gerak ada
1) keadaan terdahulu, 2) keadaan baru, dan 3) substratum yang
tetap. Sebagai contoh air dingin menjadi panas; dengan dingin sebagai
keadaan terlebih dahulu, panas sebagai keadaan baru dan air sebagai
substratum.
Analisa gerak ini menuntut kita membedakan antara aktus dan
potensi. Dalam fase pertama panas menjadi potensi air dan pada fase kedua
panas manjadi aktus. Aristoteles juga mengintrodusir pengertian bentuk
(morphe atau eidos) dan materi (hyle) ke dalam analisa geraknya. Dalam
contoh air dingin menjadi panas, air sebagai hyle dan dingin serta panas
sebagai morphe.
Aristoteles berpendapat behwa setiap kejadian mempunyai empat sebab
yang harus disebut. Keempat sebab tersebut adalah penyebab efisien sebagai
sumber kejadian, penyebab final sebagai tujuan atau arah kejadian,
penyebab material sebagai bahan tempat kejadian tempat berlangsung dan
penyebab formal sebagai bentuk menyusun bahan. Keempat kejadian ini
berlaku untuk semua kejadian alamiah maupun yang disebabkan oleh manusia.
Aristoteles juga membicarakan phisis sebagai prinsip perkembangan yang
terdapat dalam semua benda alamiah. Semua benda mempunyai sumber gerak
atau diam dalam dirinya sendiri. Pohon kecil tumbuh besar karena
phisisnya, pohon tetap tinggal pohon berkat phisis atau
kodratnya. Mengenai alam, Aristoteles berpendirian bahwa dunia ini
bergantung pada tujuan (telos) itu. Ia mengatakan "Alam tidak membuat
sesuatupun dengan sia-sia dan tidak membuat sesuatu yang berlebihan", atau
katanya lagi: "Alam berindak seolah-olah ia mengetahui konsekuensi
perbuatannya". Teologi ini mencakup juga alam yang tidak hidup yang
terdiri dari empat anasir api, udara, air dan tanah. Aristoteles
mengatakan bahwa setiap anasir menuju ketempat kodratinya (locus
naturalis).
Berkaitan dengan jagat raya Aristoteles mengatakan bahwa kosmos
terdiri dari dua wilayah yaitu wilayah sublunar (di bawah bulan) dan
wilayah yang meliputi bulan, planet-planet dan bintang-bintang. Jagat raya
berbentuk bola dan terbatas, tetapi tidak mempunyai permulaan dan
kekal. Badan-badan jagat raya diluar bumi semua terdiri dari anasir kelima
yaitu ether yang tidak dapat dimusnahkan dan tidak dapat berubah menjadi
anasir lain. Gerak kodrati anasir ini adalah melingkar. Berkaitan dengan
jagat raya ini Aristoteles mempunyai pandangan yang masyhur mengenai
penggerak pertama yang tidak digerakkan.
b. Psikologi
Menurut Aristoteles jiwa dan badan dipandang sebagai dua aspek dari
satu substansi. Badan adalah materi dan jiwa dalam bentuk dan
masing-masing berperan sebagai potensi dan aktus. Pada manusia, jiwa dan
tumbuh merupakan dua aspek dari substansi yang sama yakni
manusia. Anggapan ini mempunyai konsekuensi bahwa jiwa tidak kekal karena
jiwa tidak dapat hidup tanpa materi.
Potensi dan aktus juga mempunyai dalam pengenalan inderawi. kita
menerima bentuk tanpa materi. Pengenalan inderawi tidak lain adalah
peralihan dari potensi ke aktus suatu organ tubuh dari aktus
obyek. Sebagaimana proses pengenalan inderawi dalam pengenalan rasional
bentuk tepatnya bentuk intelektual diterima oleh rasio. Bentuk intelektual
ialah bentuk hakikat atau esensi suatu benda. Fungsi rasio dibagi menjadi
dua macam yaitu rasio pasif (nus pathetikos) yang menerima esensi dan
rasio aktif (nus poitikos) yang "membentuk" esensi.
c. Metafisika
Ta meta ta physica berarti hal-hal sesudah hak-hal fisis. Metafisika
merupakan pengetahuan yang semata-mata berkaitan dengan tuhan dan fenomena
yang terpisah dari alam. Di dalam Metaphysica-nya Aristoteles membahas
Penggerak Utama. Gerak utama di jagat raya tidak mempunyai permulaan
maupun penghabisan. Karena setiap sesuatu yang bergerak, digerakkan oleh
sesuatu yang lain perlulah menerima satu Penggerak Pertama yang
menyebabkan gerak itu, tetapi ia sendiri tidak digerakkan. Penggerak ini
sama sekali lepas dari materi, karena segalanya yang mempunyai meteri
mempunyai potensi untuk bergerak. Allah sebagai Penggerak Pertama tidak
mempunyai potensi apapun juga dan Allah harus dianggap sebagai aktus
murni. Allah bersifat immaterial atau tak badani, Ia harus disamakan
dengan kesadaran atau pemikirannya. Karena itu aktifitas-Nya tidak lain
adalah berpikir saja dan Allah merupakan pemikiran yang memandang
pemikirannya. Allah sebagai penyebab final dari gerak jagat raya
ini; segala sesuatu pengejar penggerak yang sempurna dan Ia menggerakkan
karena dicintai.
Ajaran lain dari Aristoteles adalah tentang filsafat praktis yaitu
etika dan politika. Lanjut di sini. Dalam filsafat, Aristoteles disebut
sebagai tokoh madzhab peripatis (peripatos, berjalan-jalan) yang
menyadarkan diri pada deduksi untuk memperoleh kebijaksanaan. Sedangkan
gurunya, Plato merupakan tokoh madzhab illuminasionis yang juga
mengandalkan jalan hati, asketisme dan penyucian jiwa dalam menyingkap
realitas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar